Pembuat Terorisme statistik Angka Kemiskinan.
Don’t be terrorized by numbers, “The fact is that,
despite its mathematical base, statistics is as much an art as it is a
science,” (Darrell Huff, How to Lie with Statistics).
Badan Pusat Statistik mengumumkan jumlah penduduk
miskin berkurang, dari 39,30 juta tahun 2006 menjadi 37,17 juta tahun 2007.
Artinya, terjadi pengurangan 2,13 juta penduduk miskin atau 1 persen dari total penduduk Indonesia selama satu tahun.
Barangkali, angka 1 persen cukup kecil. Namun, jika
dilihat secara absolut, penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 2,13 juta orang
dalam satu tahun adalah angka besar, bahkan fantastik. Angka ini adalah dua
kali lipat jumlah pengurangan penduduk miskin 2003-2005, yang rata-rata 1,1
juta orang (BPS, 2007). Angka itu juga jauh lebih tinggi dari jumlah
pengurangan penduduk miskin rata-rata 833.000 per tahun selama periode
liberalisasi ekonomi Orde Baru 1987-1996 (BPS 1992, 1998: Tabel 3.1). Maka,
jika benar, keberhasilan ini patut disyukuri. Bahkan penurunan jumlah penduduk
miskin ini bisa dikategorikan prestasi pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono.
Sebatas angka
Sejauh ini keberhasilan itu bisa dikatakan
keberhasilan dalam angka, bukan dalam fakta. Sebab, terlepas dari indahnya
angka penurunan kemiskinan yang disampaikan, belum satu pun argumen yang
memuaskan rasional ekonomi bisa menjelaskan mengapa angka kemiskinan bisa turun
drastis. Tidak heran bila banyak pihak menyangsikan, bahkan pemerintah dan BPS
dituding memanipulasi data.
Tudingan itu bukan tidak berdasar. Selama ini,
angka penduduk miskin cenderung dipengaruhi harga bahan-bahan pokok, terutama
makanan. Kenaikan jumlah penduduk miskin dari 35,10 juta (2005) menjadi 39,30
juta (2006), terutama disebabkan kenaikan harga beras 33 persen (Bank Dunia,
2006).
Kondisi ini tidak banyak berubah pada kurun waktu
Maret 2006 hingga Maret 2007, saat pencacahan data dilakukan. Dari catatan
resmi BPS, harga makanan tercatat meningkat sekitar 14 persen (Maret
2006-Februari 2007). Sementara pada saat sama, laju inflasi umum sebesar 7,87
persen. Maka, dengan logika yang sama dengan tahun sebelumnya, angka kemiskinan
penduduk seharusnya juga meningkat atau setidaknya tetap, pada kurun 2006-2007.
Begitu juga, pertumbuhan ekonomi sekitar 6 persen
(Maret 2006-Maret 2007) tidak cukup dijadikan alasan berkurangnya jumlah
penduduk miskin secara drastis. Bahkan seperti telah disinggung di atas, pada
masa liberalisasi ekonomi Orde Baru (1987-1996), saat ekonomi tumbuh lebih dari
7 persen per tahun, penduduk miskin hanya bisa dikurangi 833.000 per tahun.
Begitu pula, kenaikan indeks nilai tukar petani
(NTP) 9 persen, yang dijadikan alasan BPS sebagai penyebab berkurangnya
kemiskinan, adalah tidak tepat. Sebab, angka ini lebih menggambarkan pendapatan
petani besar dan distributor produk pertanian, bukan buruh tani.
Sementara itu, mayoritas penduduk miskin di
Indonesia adalah mereka yang mengandalkan upah sebagai tenaga kerja kasar atau
buruh tani. Hingga kini tidak ada indikator yang menunjukkan ada kenaikan
dramatis upah tenaga kerja kasar atau buruh tani. Indikator yang ada, seperti
meningkatnya jumlah pengangguran, belum bergeliatnya sektor riil, dan kian
bertambahnya masa tunggu sebelum bekerja, menunjukkan kondisi sebaliknya:
semakin berkurangnya harapan penduduk miskin untuk mendapatkan penghasilan
tetap.
Alhasil, penjelasan paling memadai dari penurunan
jumlah penduduk miskin selama 2006-2007 adalah adanya program Bantuan Langsung
Tunai (BLT) pemerintah. Dalam pernyataannya di media, Deputi Kepala Bidang
Sosial BPS Arizal Anhaf mengakui, program BLT adalah alasan utama penurunan
jumlah penduduk miskin (Kompas, 3/7/2007).
Terorisme statistik
Sekilas, alasan ini bisa diterima mengingat dana
BLT adalah bagi konsumsi masyarakat miskin. Dan dalam mengukur kemiskinan, BPS
menggunakan arus konsumsi sebagai tolak ukur bukan arus income. Akibatnya,
peningkatan income penduduk miskin bisa saja terobservasi.
Pengukuran tingkat pendapatan melalui konsumsi
beralasan dan jamak dilakukan dalam kajian empiris ekonomi. Namun, peningkatan
konsumsi yang begitu besar dari masyarakat miskin—melebihi angka 9,7 persen peningkatan
angka garis kemiskinan—dalam kurun waktu satu tahun, terkesan sedikit tidak
realistis.
Alasannya, tidak seperti fluktuasi pendapatan yang
bisa bersifat drastis, perubahan konsumsi jarang terjadi secara dramatis.
Tingkat konsumsi bisa berubah drastis hanya dalam jangka panjang. Keluarga yang
menjadi basis pengukuran konsumsi (bukan individu) cenderung melakukan
penghalusan dan asuransi konsumsi (consumption smoothing dan consumption
insurance) dalam jangka pendek untuk berjaga, terutama dalam kondisi
perekonomian yang belum stabil dan menjanjikan, keberlajutan arus pendapatan.
Sikap rasional keluarga dan individu dalam hal
konsumsi telah dibuktikan ada dan terjadi di Indonesia oleh berbagai penelitian
mutakhir (misalnya, Thomas, Beegle dan Frankenberg 2000, atau Jacob 2006).
Berbagai penelitian ini pada dasarnya menunjukkan, perubahan tingkat konsumsi
keluarga lebih dipengaruhi oleh pendapatan dalam jangka panjang (permanent
income). Dengan kata lain, perubahan tingkat konsumsi lebih dipengaruhi arus
pendapatan tetap yang berkelanjutan (semisal tingkat upah), bukan peningkatan
sesaat seperti dana tunai yang didapat dari program BLT.
Pesan dari ulasan ini adalah kita jangan mudah terprovokasi oleh orang yang telah membuat terorisme statistik kemiskinan di Negara kita. Masyarakat dan para pengambil keputusan perlu hati-hati dalam
menginterpretasi penurunan angka kemiskinan penduduk. Sebab, mengutip Darrell
Huff di atas, statistik dan angka, meski bersifat amat persuasif, sebenarnya
juga seni yang bisa bersifat manipulatif, terlepas dari realitas sebenarnya. [M
Ikhsan Modjo Pengajar Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas
Airlangga; Kompas; Selasa, 17 Juli 2007]
PELAYANAN KAMI HANYA JABODETABEKKA ONLY....
GALERY KREDIT
GALERI KREDIT, MEDIA ONLINE PENGAJUAN KREDIT MENGGUNAKAN BI CHECKING DAN NON BI CHECKING:TEMPAT PENGAJUAN KREDIT TANPA AGUNAN & PAKE AGUNAN BPKB MOTOR, MOBIL, SHM/SHGB.
(PELAYANAN KAMI HANYA JABODETABEKKA ONLY....)
Abduh: 02191359593/085692893853/087878732159 (SMS/Tlp), Jam Kerja:09.00-21.45
(Senin-Minggu), Jam Kerja Operasional: 09.00-22.00 WIB
http://www.galerikreditbankdannonbank.blogspot.com
Perusahaan Anda ingin menjadi Mitra Kami?, Segera Hubungi Kami di: 02191359593/085692893853/087878732159 (SMS/Tlp), Jam Kerja Operasional: 09.00-22.00 WIB
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar